BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Praktek Kerja
Lapangan (PKL) merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
mahasiswa dalam bidang penatalaksanaan teknik radiografi.
Di
RSUD Lamaddukelleng sengkang terdapat beberapa teknik pemeriksaan yang di
lakukan unit Radiologi yang berkisar pemeriksaan non kontras yaitu meliputi
pemeriksaan ekstremitas, pelvis dan vertebra, thoraks, abdomen 3 posisi
dan abdomen polos, kepala dan gigi
geligi (panoramic).
Pemeriksaan lumbosacral adalah salah satu
pemeriksaan radiologi tanpa menggunakan bahan kontras. Pada pemeriksaan lumbosacral terdiri dari dua jenis
tulang yaitu lumbal dan sacrum. Dimana tulang lumbal terdiri dari 5 buah dan tulang sacrum terdiri dari 5 buah. Salah satu
indikasi pada pemeriksaan lumbosacral
yang sering terjadi adalah spondylosis.
Spondylosis
lumbal merupakan penyakit degenerative
pada corpus vertebra dan diskus intervertebralis yang ditandai dengan
osteofit pada corpus vertebra
tepatnya pada tepi inferior dan superior corpus. Osteofit pada lumbal dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan nyeri pinggang karena ukuran osteofit yang semakin tajam. Spondylosis lumbal menyebabkan nyeri
lokal dan kekakuan atau dapat menimbulkan gejala-gejala spinal cord lumbar, cauda
equina atau kompresi akar saraf lumbosacral. Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur tulang yang
terbentuk karena adanya proses penuaan atau degenerasi. Proses degenerasi
umumnya terjadi pada segmen L4-L5 dan L5-S1. Kondisi ini lebih banyak menyerang
pada wanita. Faktor utama penyebab spondylosis
lumbal yakni : usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama, dan kebiasaan
postur yang jelek, herediter, tipe
tubuh, dan stress akibat aktivitas pekerjaan. Pada faktor usia menunjukan bahwa
kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun ke atas. Gejala
yang sering muncul adalah nyeri pinggang, spasme
otot, dan keterbatasan gerak ke segala arah. Keluhan nyeri pinggang pada
kondisi spondylosis lumbal disebabkan
oleh adanya penurunan space diskus dan penyempitan foramen intervertebralis. Hal tersebut dapat
menghasilkan iritasi pada radiks saraf sehingga menimbulkan nyeri pinggang yang
menjalar.
Proyeksi yang
digunakan dalam pemeriksaan lumbo sacral di RSUD.Lamaddukkelleng adalah
proyeksi Antero Posterior (AP) dan
Lateral.
Berdasarkan hasil
observasi atau pengamatan pada saat Praktek Kerja Lapangan (PKL) II di
Instalasi Radiologi RSUD. Lamaddukkeleng Sengkang. Proyeksi sudah sesuai dengan
teori. Akan tetapi, penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai prosedur
pemeriksaan yang dilakukan karena merupakan salah satu kasus yang jarang di
dapat dan penting untuk diketahui secara luas baik dari segi teknik pemeriksaan
itu sendiri, serta sejauh mana informasi diagnostik yang diperoleh dalam
penggunaan teknik tersebut dalam rangka penegakkan diagnosis kasus yang saya
sajikan dalam bentuk laporan yang berjudul “TEKNIK
PEMERIKSAAN LUMBOSACRAL PADA KASUS SPONDYLOSIS LUMBAL”.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang disajikan
penulis, sebagai berikut :
1.
Bagaimana Teknik Pemeriksaan Lumbosacral pada
Kasus Spondylosis Lumbal di Instalasi Radiologi RSUD. Lamaddukkeleng Sengkang?
2.
Bagaimana Hasil Radiografi Lumbosacral pada
Kasus Spondylosis di Instalasi Radiologi RSUD. Lamaddukkeleng Sengkang?
C.
Tujuan
Penulisan
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) II
di Instalasi Radiologi RSUD. Lamaddukkeleng Sengkang ini disusun dengan tujuan
:
1.
Tujuan Umum
Untuk
memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan (PKL) II yang dilaksanakn di Instalasi
Radiologi RSUD. Lamaddukkelng Sengkang .
2.
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan spondylosis lumbal.
b. Untuk
mengetahui tujuan pemeriksaan Lumbosacral.
c. Untuk
mengetahui anatomi, fisiologi, dan patologi Lumbosacral.
d. Untuk
mengetahui teknik pemeriksaan Lumbosacral pada kasus spondylosis lumbal di
Instalasi Radiologi RSUD. Lamaddukkelng Sengkang.
e. Untuk
mengetahui hasil radiografi pemeriksaan Lumbosacral.
D.
Manfaat
Penulisan
1. Manfaat Praktis
Dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis serta memberikan informasi kepada pembaca mengenai
pemeriksaan Lumbosacral dengan
proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral
2. Manfaat Ilmiah
Dapat
menjadi sumber referensi untuk orang yang akan meneliti kasus tersebut
3. Manfaat Institusi
Dapat dijadikan sebagai acuan literature atau bahan pustaka bagi Mahasiswa ATRO mengenai Teknik
Pemeriksaan Lumbosacral
4. Manfaat Masyarakat
Dapat dijadikan sumber untuk
memperluas ilmu pengetahuan tentang Teknik Pemeriksaan Lumbosacral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum Tentang Lokasi PKL
1.
Gambaran Umum RSUD Lamaddukkelleng Sengkang
Pada tahun 1930 di Kabupaten Wajo
didirikan sebuah asrama tentara belanda, sesuai asrama juga berfungsi sebagai
Rumah Sakit. Rumah Sakit di Kabupaten Wajo berfungsi penuh dibawah pengawasan
daerah Kabupaten Bone sampai tahun 1964. Sejak tahun 1964 sampai sekarang,
telah berdiri sendiri menjadi Rumah Sakit Umum Sengkang, dan tidak berada
dibawah pengawasan kab.Bone.
Rumah Sakit mengalami perbaikan dan
rehabilitasi dengan dibangunnya satu ruangan rontgen pada tahun 1987. Demi
peningkatan mutu pelayanan kesehatan maka pemerintah kabupaten Dati II Wajo
mendirikan Rumah Sakit Umum pada tahun 1994 yang terletak di jalan Kartika
Chandra Kirana Kel. Maddukkelleng Kec.tempe yang sebelumnya terletak di jalan
Ahmadyani , sedangkan gedung RSU yang lama difungsikan sebagai Institusi
pendidikan tenaga kesehatan yaitu Sekolah Perawat Kesehatan ( SPK ) PEMDA Tk.II
Wajo.
Berdasakan SK.MENKES RI NO.
359/MENKES/SK/1994 tanggal 28 April 1994 Rumah Sakit Umum Sengkang ditinggalkan
tipenya dari D ke C, begitupula namanya
berubah menjadi Rumah Sakit Umum Lamaddukkelleng Sengkang dengan Luas 52.824 m2
dan diresmikan pemakaiannya oleh
gubernur Sulawesi selatan pada tanggal 3 September 1994.
Sejak berdirinya RSUD Lamaddukkelleng
telah mengalami beberapa pergantian direktur sebagai berikut :
a. dr
Mahler
b. dr.H.M.
Sanusi Karateng
c. dr.M
Badwi
d. dr.widiarta
T.J.Widya Utama
e. dr.sofyan
Syamsudin
f.
dr.H.Abdul Azis M.,M.kes
g. dr.Hj.Relaty
Sri Rejeki, M.kes
h. dr.H.Baso
Rahmanuddin, MM, M.kes
i.
dr.H.Muhammad Nur Tangsi S.ked
2.
Gambaran Umum Unit Radiologi RSUD
Lamaddukkelleng Sengkang
Pada tahun 1987 adalah masa
berdirinya unit instalasi radiologi di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Kab.Wajo,
direktur RSUD Sengkang saat itu dipimpin oleh dr.H.M. Sanusi Karateng.
Dan sekarang direktur RSUD Lamadukkelleng
Sengkang dipimpin Dr.H. Muhammad Nur Tangsi S.ked, dan Kepala Instalasi
Radiologi di kepalai oleh Dr. H. Mustamin M.Kes.Sp.Rad, dan Kepala ruangan Andi
Muhammad Fahmi AMR. Adapun petugas radiographer, yakni : Nasaruddin S.ST,
Hastina Amd.Rad., Erma Yuliani Amd.Rad, Besse Rosneni Amd.Rad, Nurul Mutmaina
Amd.Rad, Jumriani Amd.Rad, Jumriana Amd.Rad, Besse Ervi Yuliana Amd.Rad
sedangkan bagian Administrasi Reski Fadilah, Suhadirman, Fuji Pratiwi SE.
Instalasi Radiologi RSUD.Lamaddukkelleng
Sengkang memiliki falsafah tempat pengalaman iptek bidang radiologi dengan
mengupayakan pelayanan prima dan terunggul , dan memiliki tujuan seperti
membantu dalam penegakan diagnosa, mengamalkan dan mengembangkan iptek bidang
radiologi, mendukung tercapainya visi RSUD Lamaddukkelleng Sengkang kabupaten
wajo dengan tercapainya juga menjadi instalasi radiologi yang prima dan
terunggul pada tahun 2014 , yang memiliki MOTTO sehat, puas, dan bahagia adalah
harapanku karena kami akan melayani dengan hati yang ikhlas
Adapun pembagian ruangannya, antara lain
sebagai berikut :
a.
Ruangan Administrasi
b.
Ruang USG
c.
Kamar pemeriksaan
d.
Ruang Operator
e.
Kamar Gelap
f.
Ruang Pengeringan film
g.
Kamar Petugas
h.
Ruang Tunggu Pasien
i.
Ruang Ganti
j.
Toilet
Keseluruhan pesawat yang ada di
Instalasi Radiologi RSUD.Lamaddukkelleng Sengkang :
1. Pesawat
sinar-x konvensional 1 buah
2. Pesawat
sinar-x mobile 3 buah
3. Pesawat
Panoramik 1 buah
4. Pesawat
USG 2 buah
B.
Tinjauan
Umum Tentang Anatomi, Fisiologi, dan Patologi
1.
Anatomi Lumbosacral
Lumbosacral merupakan
bagain dari tulang vertebra yang terdiri
dari dua jenis tulang yaitu tulang lumbal dan tulang sacrum. Diamana tulang lumbal terdiri dari 5 buah dan tulang sacrum terdiri dari 5 buah.
a). Vertebra
Lumbal
Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang
terbesar. Badannya lebih besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya
lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusnya
panjang dan langsing. Apophyseal joint
dari lumbal lebih ke posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat
dilihat dengan posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada
ditengah dari sagittal plane. Vertebra
lumbal terdiri dari dua komponen yaitu komponen anterior yang terdiri dari korpus,
sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses,
prosesus spinosus dan prosesus
artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus intervertebralis dan ditahan
serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum. Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga,
ukurannya sedikit lebih besar dari milik vertebra
thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis.
Bagian bawah dari medulla
spinalis meluas sampai foramen vertebra
lumbalis satu, foramen vertebra
lumbal lima hanya berisi kauda equine
dan selaput–selaput otak.
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada vertebra thorakalis. Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah bawah dan ke arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara meraba atau palpasi. Prosesus artikularis superior merupakan facies artikularis yang cekung dan menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung dan menghadap ke antero lateralis.
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada vertebra thorakalis. Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah bawah dan ke arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara meraba atau palpasi. Prosesus artikularis superior merupakan facies artikularis yang cekung dan menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung dan menghadap ke antero lateralis.
Gambar 1. Vertebra Lumbal
b). Sakrum
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan
terletak pada bagian bawah kolumna
vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis (panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi
dengan vertebra lumbalis kelima dan
membentuk sendi intervertebral yang
khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis
sakralis terletak dibawah kanalis
vertebralis (saluran tulang belakang)
dan memang lanjutan dari padanya.
Dinding kanalis
sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sacral. Prosesus spinosus
yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sacrum. Permukaan
anterior sacrum adalah cekung dan
memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima
vertebra sakralis. Pada ujung
gili-gili ini, disetiap sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati
urat-urat saraf. Lubang-lubang ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi
dengan tulang koksigeus. Di sisinya, sacrum
bersendi dengan tulang ilium dan membentuk sendi sakro-iliaka kanan dan kiri.
![]() |
Gambar 2. Vertebra
Sacrum
2. Fisiologi
Vertebra
lumbosakral merupakan
bagian dari tulang belakang/kolumna vertebralis
yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.
Fisiologi dari kolumna vertebralis
adalah sebagai berikut :
a). Menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas dan batang badan
pada
tulang panggul.
b). Melindungi
medula spinalis serta selaput otaknya
yang
mempunyai
tempat di kanalis vertebralis
(melindungi jaringan tubuh)
c). Menghasilkan
gerakan-gerakan serta menjadi tempat
lekat
dari otot-otot.
3. Patologi
Lumbosacral
a). Spondylosis
Spondylosis lumbal merupakan penyakit degenerative pada corpus
vertebra atau diskus invertebralis.
Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama penyebab spondylosis lumbal adalah usia,
obesitas, duduk dalam jangka waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek.
Pada faktor usia menunjukan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang
berusia 40 tahun ke atas.
Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur tulang yang
terbentuk karena adanya proses penuaan atau
degenerative. Gejala yang sering muncul adalah nyeri pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak
kesegala arah hingga gangguan fungsi seksual. Keluhan nyeri pinggang pada spondylosis lumbal disebabkan oleh
adanya penurunan space diskus dan
penyempitan foramen intervertebralis,
hal ini dapat menghasilkan iritasi pada radiks
saraf sehingga menimbulkan nyeri pinggang yang menjalar. Faktor-faktor
resiko yang dapat menyebabkan spondylosis
lumbal, sebagai berikut :
1). Usia
Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan faktor
resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra.
2). Stres akibat
pekerjaan
Seperti aktivitas pekerjaan yang lebitakan
gerakan mengangkat, twisting, membungkuk,
dan membawa/memindahkan barang.
3). Obesitas
Orang yang gemuk
dengan sendirinya juga memberi beban lebih pada sendi di ruas tulang punggung
sehingga meningkatkan kemungkinan terkena spondylosis.
4). Faktor genetik (herediter)
5). Tipe tubuh
6). Duduk dalam waktu
yang terlalu lama
7). Kebiasaan postur
yang jelek
Bila degenerasi terjadi pada
sendi antar ruas-ruas tulang belakang, maka terjadi penipisan dan sendi ruas
tulang merapat satu sama lain, sehingga tinggi badan biasa berkurang. Jaringan
di dalam sendi antar ruas tersebut biasa menonjol ke luar (hernia discus). Penderita spondylosis
akan merasa nyeri di punggung akibat penekanan struktur tersebut ke jaringan
sekitarnya. Hernia discus juga dapat
menekan ke dalam sum-sum tulang belakang sehingga menimbulkan gangguan saraf
baik motorik, sensorik, maupun otonom sehingga mengakibatkan gangguan sensori seperti
: kesemutan, mati rasa ; gangguan otonom seperti : berkeringat, gangguan buang
air besar maupun kecil. Proses degenerasi juga dapat menimbulkan penipisan
rawan sendi dan penonjolan tulang yang disebut osteophyte (pengapuran), sehingga otot dan jaringan penunjang
sekitarnya dapat teriritasi oleh tonjolan tulang tersebut dan penderita akan
merasakan nyeri dan kaku.
Adapun Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain :
1). Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan
muncul retak pada berbagai sisi.
2). Nukleus
pulposus kehilangan cairan
3). Tinggi diskus berkurang
Perubahan ini terjadi
sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus
dan dapat menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala. Sedangkan pada corpus vertebra terjadi perubahan
patologis berupa adanya lipping yang
disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus
yang menghasilkan penarikan dari periosteum
dari annulus fibrosus. Pada
ligamentum intervertebralis dapat
menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami
perubahan. Osteofit terbentuk pada
margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular dapat menyebabkan penekanan pada akar
saraf dan mengurangi lumen pada foramen
intervertebralis.
b). HNP (Hernia Nukleus Pulposus)
HNP adalah gangguan
yang terjadi akibat adanya penonjolan (hernia)
bantalan (nucleus pulposus) di cakram
antar ruas tulang belakang (diskus). HNP
umumnya terjadi akibat cedera yang merobekan kannulus fibrosus.
c). LBP (Low Back Pain)
LBP meruapakan rasa
nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang bagian bawah. LBP menurut perjalanan
kliniknya dibedakan menjadi 2 yaitu :
1). Acute LBP
Rasa nyeri yang
menyerang secara tiba-tiba, rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa
hari sampai beberapa minggu.
Acute LBP dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil
atau terjatuh.
2). Chronic LBP
Rasa nyeri yang
menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang berulang-ulang atau kambuh
kembali. Chronic LBP dapat terjadi
karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan tumor.
d). Spondilolistesis
Adalah kondisi dari
spina dimana salah satu dari vertebra
tergelincir ke depan atau ke belakang dibanding pada vertebra berikutnya.
e). Spina Bifida
Spina bifida adalah catat lahir yang mana ditandai dengan terbentuknya celah
pada tulang belakang bayi. Kelainan ini dipicu oleh pembentukan tulang belakang
yang tidak sempurna pada bayi selama dalam kandungan.
C. Tinjauan Umum Teknik Pemeriksaan
Pada pemeriksaan lumbosacral terdapat dua proyeksi, yaitu
proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.
1. Proyeksi Antero Posterior (AP)
a). Posisi Pasien : pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan
b). Posisi Objek : pusatkan mid
sagital tubuh pasien ke garis tengah grid. Atur bahu dan pinggul pasien
agar berbaring di bidang horizontal yang sama. Letakkan tangan di atas dada.
c). Arah Sinar : tegak
lurus bidang film
d). Titik Pusat : selevel
L4
e). FFD : 90-100 cm
f). Ukuran Kaset : 30 x
40 cm
g). Kriteria Gambar : Tampak
tubuh lumbal, ruang intervertebral,
ruang interpedikulat, lamina, dan prosessus spinosus dan transverse.
2. Proyeksi
Lateral
a).
Posisi Pasien : pasien lateral
recumbent
b).
Posisi Objek : sejajarkan bidang coronal tubuh ke garis tengah grid dan pastikan vertikal. Dengan
siku pasien tertekuk, atur lengan yang tergantung pada sudut kanan tubuh. Untuk
mencegah rotasi, atur lutut dengan menempatkan kantung kecil diantara keduanya.
c).
Arah Sinar : tegak
lurus bidang film
d).
Titik Pusat : setinggi
L4
e).
FFD : 90-100
cm
f).
Ukuran Kaset : 30 x
40 cm
g). Kriteria Gambar :
Tampak interspace lumbal, prosessus
spinosus, dan sambungan lumbal, foramina intervertebral L1-4, foramina
intervertebral L5 (kanan dan kiri).
D.
Tinjauam
Umum Tentang Proteksi Radiasi
Proteksi Radiasi
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan
lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau
sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi
pengion.
Filosofi proteksi
radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk
Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP)
dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya
sebagai berikut:
1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai
keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai asas justifikasi
2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang
bisa dicapai (as low as reasonably
achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial yang
dikenal sebagai asas optimasi
3.
Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP
untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi
Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin merupakan
hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi tetapi juga
untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin
menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi
diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari
sisi kemanusiaan.
a). Proteksi radiasi
untuk masyarakat umum :
1). Nilai batas dosis radiasi untuk masyarakat
umum adalah 5 mSv/tahun atau 1/10 dari pekerja radiasi.
2). Nilai batas dosis untuk penyinaran
lokal adalah 50 mSv (5 rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5 rem) / tahun.
3). Pengantar pasien atau perawat tidak
diperbolehkan berada di dalam ruang pemeriksaan pada waktu eksposi.
4). Bangunan instalasi radiologi dirancang
sedemikian rupa sehingga radiasi hambur dapat diserap.
b).
Proteksi radiasi untuk pasien :
1). Membatasi luas lapangan penyinaran.
2). Gunakan apron untuk
melindungi gonad pasien.
3) Mengatur dosis radiasi
sesuai kondisi obyek yang akan diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.
4) Memposisikan pasien
dengan benar sehingga dapat mengurangi terjadinya pengulangan pemotretan.
c). Proteksi
radiasi untuk pekerja radiasi :
1). Nilai batas dosis pekerja radiasi
adalah 50 mSv/tahun
atau (5 rem)/ tahun.
2). Pekerja radiasi tidak dibenarkan memegang
pasien selama eksposi.
3).
Hindari penyinaran bagian-bagian yang tidak terlindungi.
4). Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis
Pb dengan tebal 0,5 mmPb.
5).
Gunakan alat pengukur radiasi.
6). Periksa
perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan apabila ada kemungkinan
bocor/rusak.
BAB III
METODE PEMERIKSAAN
A. Tempat dan Waktu Pemeriksaan
Tempat pemeriksaan
yaitu di ruang instalasi radiologi RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang tepatnya pada
siang hari pukul 11:12 WITA di dalam ruang pemeriksaan pada tanggal 09 Juni
2017.
B. Kronologis Riwayat Pasien
Pasien datang dari
poli interna ke Instalasi Radiologi
pada hari Jumat, 09 Juni 2017 pukul 11:12 WITA, dibawa oleh perawat dan
didampingi oleh pihak keluarga menggunakan brangkar.
Pasien dalam keadaan
non koperatif merasakan keluhan sakit di pinggang yang dialami sejak sebulan
terakhir akibat jatuh dari tangga. Surat pengantar dari dokter spesialis saraf,
dr.
Ibrahim Arifin, M.Kes. Sp.S menunjukan permintaan foto Lumbosacral
dengan posisi Antero Posterior (AP)
dan Lateral.
C.
Persiapan Pasien
Pada pemeriksaan Lumbosacral
tidak membutuhkan persiapan khusus, pasien hanya diinstruksikan untuk
melepaskan benda-benda asing yang berada di sekitar objek yang akan difoto agar
tidak menimbulkan bayangan/gambaran radiopaque
pada hasil radiograf, serta pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada
saat pengeksposan karena akan menimbulkan unsharpness.
D.
Prosedur Kerja
1.
Mencatat data pasien pada buku registrasi radiologi
2.
Memanggil pasien masuk ke dalam ruang pemeriksaan
3.
Menjelaskan kepada pasien tentang pelaksanaan pemeriksaan
4.
Pasien diinstruksikan untuk melepskan benda-benda yang bisa
mengganggu saat pemeriksaan yang sampai mengakibatkan dokter salah mendiagnosa
5.
Mempersiapkan dan memasang kaset ukuran 30 x 40 cm di atas meja
pemeriksaan
6. Memposisikan pasien
dengan menggunakan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral
7.
Mengatur faktor eksposi
8.
Melakukan processing
film menggunakan automatic processing
9.
Hasil radiograf dibaca oleh dokter radiologi
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pemeriksaan Laporan Kasus
1.
Data Pasien
a. Nama : Tn. Y
b. Umur : 36 tahun
c. Jenis
Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Bungawae, Kec. Pitumpanua
e. No.
Rekam Medis : 17106885
f. Dokter
Pengirim : dr. Ibrahim Arifin, M.Kes. Sp.S
g. Klinis : Susp. HNP
2.
Persiapan Alat dan Bahan yang Digunakan
a. Pesawat
X-Ray
1). Merek : DONGMUN
2). Model/Type :
DM-3125MR
3). Nomor Seri : 806D-1334
4). kV Maksimum : 125 kV
5). mA Maksimum : 300 mA
b. Kaset
1). Merek :
Fuji Flm
2). Jenis : Green Sensitive
3). Ukuran : 30 x
40 cm
c. Film
1). Merek :
Fuji Film
2). Jenis : Green Senstitive
3). Ukuran : 30 x
40 cm
d. Grid
e. Marker
f. Mesin Processing : AFP Imaging (Automatic Processing)
![]() |
Gambar 7. Pesawat Sinar-X
(Doc.
RSUD.Lamaddukkelleng Sengkang, 2017)
![]() |
Gambar 8. Kaset Ukuran 30 x 40 cm
(Doc.
RSUD. Lamaddukkelleng Sengkan, 2017)
![]() |
Gambar 9. Film Ukuran 30 x 40 cm
(Doc.
RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang, 2017)
![]() |
Gambar 10. Grid Ukuran 30 x 40 cm
(Doc.
RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang, 2017)
![]() |
Gambar 11.
Marker
(Doc. RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang,
2017)
![]() |
Gambar
12. Mesin Automatic
(Doc.
RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang, 2017)
3.
Teknik Pemeriksaan
a. Pengertian
Teknik pemeriksaan lumbosacral adalah teknik yang dilakukan
dalam pemeriksaan tulang belakang (vertebrae)
menggunakan sinar-X untuk memperlihatkan kelainan pada tulang belakang
khususnya lumbosacral dalam
menegakkan diagnosa.
b.
Tujuan
Tujuan pemeriksaan
radiologi pada kasus spondylosis,
yaitu :
1). Untuk melihat
gambaran anatomi dari lumbosacral
2). Untuk melihat gambaran
lokasi spondylosis pada lumbal
c.
Indikasi Pemeriksaan
1). Spondylosis
2).
HNP (Hernia Nukleus Pulposus)
3).
LBP (Low Back Pain)
4). Spondilolistesis
5). Spina Bifida
d.
Kontra Indikasi : Ibu hamil
e.
Proyeksi
1).
Proyeksi Antero Posterior (AP)
a). Tujuan
Proyeksi AP : Mendapatkan
radiograf dari lumbal, ruang diskus intervertebralis, ruang interpediculate,
lamina, processus spinosus, processus transversus dan
sakrum.
b). Posisi Pasien : pasien supine di atas
meja
c). Posisi Objek :
MSP tegak lurus bidang meja dan kedua
tangan di samping tubuh
![]() |
Gambar 13. Proyeksi Antero
Posterior (AP) Pemeriksaan Lumbosacral
(Doc. RSUD.
Lamaddukkelleng Sengkang, 2017)
d).
Arah Sinar (CR) : vertikal
tegak lurus bidang film
e).
Titik Pusat (CP) : satu
jari di bawah umbilicus
f).
FFD : 90 cm
g).
Kolimasi
a.
Batas Atas : prosessus xhypoideus
b.
Batas Bawah : simphisis pubis
h). Faktor
Eksposi : kV
(85), mA (100), mAs (32)
i). Processing
Film : automatic
prosessing
2).
Proyeksi Lateral
a). Tujuan Proyeksi Lateral : Untuk mendaptakan radiografi lumbal, prosessus
spinosus, persimpangan lumbosacral,
foramen intervertebralis dan sacrum.
b). Posisi Pasien :
pasien tidur miring ke arah sisi
yang diperiksa
c). Posisi Objek : MSP
tubuh tegak lurus kaset. Pelvis dan tarsal true lateral dengan Kedua tangan
di atas kepala
![]() |
Gambar 14.
Proyeksi Lateral Pemeriksaan Lumbosacral
(Doc. RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang,
2017)
d). Arah Sinar :
vertikal tegak lurus bidang film
e). Titik Pusat :
setinggi crista
iliaca
f). FFD : 90 cm
g). Kolimasi
1). Batas Atas : prosessus
xhypoideus
2). Batas Bawah : simphisis pubis
h). Faktor Eksposi : kV
(95), mA (100), mAs (32)
i). prosessing Film : automatic prosessing
4.
Analisis Radiografi
a. Hasil
Radiograf
![]() |
|||
![]() |
|||
Gambar 15. Hasil Radiograf Pemeriksaan Lumbosacral
(Doc. RSUD. Lamaddukkelleng
Sengkang, 2017)
b.
Kriteria Gambar
1). Proyeksi Antero Posterior (AP)
a).
Tampak vertebrae lumbal dan sacrum dalam posisi true Antero Posterior (AP)
b).
Tampak space intervertebral, prosessus
spinosus dalam satu garis pada vertebra
c).
Tampak prosesus transversus kanan dan
kiri berjarak sama
d). Tampak marker R
2). Proyeksi Lateral
a). Tampak foramen intervertebralis
L1-L4
b). Tampak corpus
vertebrae, space intervertebralis
c). Tampak prosessus
spinosus dan L5-S1
c. Hasil Interpretasi Dokter
1). Aligment kurva lordotic
lumbosacral baik
2). Tidak tampak tanda lestesis dan destruksi tulang
3). Osteofit pada
cv. L3-L5
Kesan : spondylosis
lumbal
d. Kelebihan dan Kekurangan Hasil Foto
1). Dapat memperlihatkan gambaran anatomi tulang lumbal dan sacrum
2). Dapat memperlihatkan spondylosis lumbal
3). Kolimasi dan prosessing film kurang baik
4). Peletakkan marker proyeksi Antero Posterior (AP) terpotong
B. Pembahasan Laporan
Kasus
Teknik
pemeriksaan lumbosacral adalah
pemeriksaan secara radiologi dengan menggunakan sinar-x untuk mendiagnosa adanya kelainan pada daerah
lumbal dan sacral. Prosedur
Pemeriksaan Lumbosacral pada Kasus Spondylosis Lumbal di RSUD. Lamaddukkelleng
Sengkang, pada dasarnya sama dengan teknik pemeriksaan yang dijelaskan di
teori. Salah satu proyeksi yang dijelaskan di buku tersebut adalah proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.
Pada tanggal 09, Juni 2017 telah
dilakukan pemeriksaan Lumbosacral
dengan kasus Spondylosis Lumbal di RSUD.
Lamaddukkelleng Sengkang menggunakan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.
Dimana proyeksi Antero Posterior (AP) dengan central point (CP) pada titik tengah satu jari dibawah umbilicus, menggunakan FFD 90 cm, faktor
eksposi kV : 85, mA : 100, dan mAs : 32 menggunakan kaset ukuran 30 x 40 cm.
Pada proyeksi ini bertujuan untuk melihat jarak
antarvertebrae, prosessus spinosus
dalam satu garis pada vertebra, prosessus
transversus kanan dan kiri berjarak sama.
Proyeksi Lateral dengan central point
(CP) selevel crista iliaca, menggunakan FFD 90 cm, faktor
eksposi kV : 95, mA : 100, mAs : 32
menggunakan kaset ukuran 30 x 40 cm. Pada proyeksi ini berguna untuk
melihat foramen
intervertebralis L1-L4, corpus
vertebrae, space intervertebrae,
prosessus spinosus dan L5-sakrum1.
Pencucian film di instalasi
radiologi RSUD.Lamaddukkelleng Sengkang menggunakan automatic processing.
Dengan struktur gambar anatomi yang
terlihat pada hasil radiograf tampak gambaran tulang lumbal sampai sacrum dengan batas atas pada prosessus xhypoideus dan batas bawah
pada shimpisis pubis, terlihat spondylosis pada L3-L5.
Spondylosis
lumbal merupakan penyakit degenerative
pada corpus vertebra dan diskus intervertebralis yang ditandai
dengan osteofit pada corpus vertebra tepatnya pada tepi inferior dan superior corpus yang disebabkan oleh : usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama, dan kebiasaan postur yang
jelek, herediter, tipe tubuh, dan
stres akibat aktivitas pekerjaan
Adapun
hasil radiograf lumbosacral yang tampak pada kasus spondylosis lumbal di instalasi radiologi RSUD.Lamaddukkelleng
Sengkang, yaitu tampak ostefoit pada
L3-L5.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan laporan kasus, penulis menarik kesimpulan,
sebagai berikut :
1. Spondylosis
lumbal merupakan penyakit degenerative
pada corpus vertebra dan diskus
intervertebralis yang ditandai dengan osteofit
pada corpus vertebra tepatnya pada tepi inferior
dan superior corpus yang disebabkan oleh : usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama, dan kebiasaan postur yang
jelek, herediter, tipe tubuh, dan
stres akibat aktivitas pekerjaan. Proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan lumbosacral
pada kasus spondylosis lumbal di instalasi radiologi RSUD.
Lamaddukkelleng Sengkang menggunakan
proyeksi Antero Posterior (AP) dan proyeksi Lateral.
2. Berdasarkan
hasil radiograf tampak spondylosis lumbal pada L3-L5
B.
Saran
1.
Perlunya penjelasan tentang prosedur pemeriksaan pada
pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti agar penderita paham maksud dan
tujuan dari pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Hendaknya
mampu memposisikan pasien senyaman mungkin dan mengambil gambar dengan tepat
sehingga dapat meminimalkan terjadinya pengulangan foto. Serta mampu
menghasilkan gambaran radiograf yang diagnosanya dengan ditegakkan dengan akurat oleh dokter ahli radiologi.
3.
Upayakan
agar kolimasi atau luas lapangan penyinaran dibatasi untuk mengurangi radiasi
yang diterima pasien.
4.
Sebaiknya lebih memperhatikan proteksi radiasi agar
mengurangi radiasi yang diterima petugas, pasien, dan masyarakat umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar